oleh

Cukai Tembakau Berkontribusi 10,5 Persen Dari Penerimaan Pajak

Cukai Tembakau Berkontribusi 10,5 Persen Dari Penerimaan Pajak

Bulatin.com Industri Hasil Tembakau atau IHT di Indonesia, mempunyai peranan lumayan besar pada penerimaan negara melalui pajak serta cukai. Diluar itu, kehadiran IHT ikut memberikan efek positif lainnya, seperti penyerapan tenaga kerja, penerimaan serta perlindungan pada petani tembakau serta efek ganda yang lainnya.

Menurut Instansi Kebijaksanaan Penyediaan Barang/Layanan Pemerintah (LKPP), tiap-tiap tahun pemerintah selalu memercayakan produk hasil tembakau (HT) untuk penuhi tujuan penerimaan perpajakan.

Rata-rata tiap-tiap tahun, cukai HT berperan sebesar 10,5 persen dari penerimaan perpajakan. Jika dihitung dengan peran rokok keseluruhannya (cukai, PPN HT, pajak rokok) pada penerimaan pajak rata-rata tiap-tiap tahun sampai 13,1 persen.

Industri hasil tembakau (IHT), adalah industri padat karya. Berarti, sampai sekarang ini, IHT dengan semua keterikatannya dari mulai hulu sampai hilir, adalah industri yang menyediakan lapangan kerja lumayan besar.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno mengatakan, kehadiran IHT serta perkebunan tembakau terus-terusan alami desakan serta intimidasi dengan eksistensial sekarang ini. Walau sebenarnya, bidang ini sudah memberikan peran pajak lumayan besar pada penerimaan pajak nasional.

Industri hasil pemrosesan tembakau menjadi penyerap panen tembakau petani, karena itu bila produk olahan tembakau dikenakan cukai dengan kenaikan di atas 10 persen, akan turunkan penyerapan tembakau lebih dari dua persen dari produksi nasional, atau sama dengan 4.000 hektare tempat tembakau.

“Berdasarkan pengalaman empat tahun paling akhir rata-rata kenaikan cukai yang 12 persen sudah turunkan penyerapan tembakau 3,5 persen dari produksi nasional. Sekarang ini, ada lebih dari 10 ribu hektare tanaman tembakau yang tidak dapat diserap oleh pabrik,” lebih Soeseno dikutip dari info resminya, Rabu 31 Oktober 2018.

Selanjutnya, dia menyatakan, pemerintah butuh menyimak kebijaksanaan kenaikan cukai yang tidak pas serta tidak terukur. Sebab akan memperkecil fungsi komoditas tembakau menjadi peredam bila terjadi gejolak pada ekonomi petani.

“Sampai dengan sekarang ini, komoditas tembakau masih tetap menjadi komoditas pilihan di waktu musim kemarau, sebab masih tetap memiliki nilai ekonomi tinggi dibanding dengan komoditas pertanian yang lain,” tutur Soeseno.

Bidang tembakau dapat dibuktikan memberi multiplier effect yang berarti dalam pembangunan Indonesia. Peran ekonomi ke negara ikut menyerap tenaga kerja lebih dari enam juta orang.

Dalam perubahannya, petani tembakau ikut sudah berusaha untuk mengaplikasikan skema budidaya pertanian yang baik serta sama dengan arah tujuan pembangunan berkepanjangan. Mengingat pertanian tembakau lebih mempunyai surplus ekonomi, hingga jamin kesinambungan investasi pada budidaya tanaman setelah itu.

Atas dasar itu, pemerintah diharapkan dalam memastikan kenaikan cukai untuk tahun 2019, tidak meningkatkan cukai serta harga rokok terlalu tinggi di atas 10 persen. Kenaikan harga serta cukai rokok mesti memerhatikan kondisi industri serta daya beli penduduk sekarang ini sebab kenaikan yang tinggi sekali akan memunculkan beberapa masalah baru serta menjadi kontraproduktif.