oleh

DPR Mengingatkan Polri serta TNI Harus Netral

DPR Mengingatkan Polri serta TNI Harus Netral

Bulatin.com – Anggota Komisi III DPR RI Habib Aboe Bakar Alhabsyi mengingatkan tentang makna penting netralitas Polri dalam Pilkada yang bakal berjalan serentak di semua Indonesia, Rabu 27 Juni 2018. Hal semacam ini dikatakannya supaya aparat bisa hindari sikap atau aksi yang bisa dipandang jadi keberpihakan pada satu diantara paslon spesifik.

“Sebagai Anggota Komisi III yang disebut partner kerja Kepolisian Republik Indonesia saya butuh memberi catatan khusus serta mengingatkan tentang makna penting netralitas Polri dalam Pilkada kesempatan ini. Hingga aparat bisa hindari sikap atau aksi yang bisa dipandang jadi keberpihakan pada satu diantara paslon spesifik. Agar bisa dijauhi juga beberapa langkah yang bisa dinilai bermuatan politis, ” tuturnya dalam launching yang di sampaikan pada Parlementaria, Selasa 26 Juni 2018.

Ia menyatakan kalau instrumen hukum yang mengatur netralitas polri cukup sudah komplit. Netralitas Polri, lanjutnya, adalah keinginan semua rakyat Indonesia seperti amanat UUD 1945 serta TAP MPR.

“Pada Clausal 30 ayat (2) sampai ayat (4) UUD 1945 menyatakan kalau TNI serta Pol¬ri mesti netral lantaran pekerjaan mereka sangatlah strategis. Demikian pula pada clausal 10 Ketentuan MPR Nomer 7/MPR/2000 ditata kalau Kepolisian Negara Republik Indonesia berlaku netral dalam kehidupan politik serta tak melibatkan diri pada aktivitas politik praktis, ” terang Politisi PKS itu.

Terkecuali pada dua instrumen hukum itu, sambung anggota dewan dapil Kalimantan Selatan itu, netralitas Polri dalam Pilkada juga ditata dalam Clausal 28 ayat 1, 2, serta 3 Undang-undang Nomer 2 Tahun 2002 perihal Polri.

“Pasal itu menyatakan banyak hal, yaitu Polri berlaku netral dalam kehidupan politik serta tak melibatkan diri pada aktivitas politik praktis, anggota Polri tak memakai hak tentukan serta diambil serta anggota Polri bisa menempati jabatan diluar kepolisian, sesudah mengundurkan diri atau telah pensiun dari dinas kepolisian. Ketetapan itu menegaskan kalau hak politik anggota Polri agar bisa berkontestasi dalam Pilkada cuma bisa dipakai saat yang berkaitan telah tak jadi anggota aktif, ” tuturnya.

Selanjutnya ia mengemukakan, ketetapan netralitas Polri juga dijelaskan dalam Undang-Undang Nomer 10 Tahun 2016 perihal Pilkada.

“Menurut Clausal 71 UU Pilkada itu, petinggi negara, petinggi daerah, aparatur sipil negara, anggota TNI, Polri serta kepala desa atau sebutan lain, dilarang bikin ketentuan atau aksi yang untungkan atau merugikan satu diantara pasangan calon. Oleh karena itu, beberapa aparat kepolisian mesti betul-betul mengatur perbuatannya dengan jeli. Jangan pernah, tindakah yang di ambil bakal dinilai dengan langkah politis yang untungkan atau merugikan satu diantara pihak, ” katanya.

Dalam penyelenggaraan Pilkada, netralitas Polri jadi unsur penting. Menurut Habib, perhelatan demokrasi itu Polri diberi peranan, pekerjaan, dan keharusan jadi unsur anggota pengawas, pengaman, serta pelaksana Pilkada. Oleh karena itu untuk penuhi tanggung jawab itu Polri mesti bisa melakukan perbuatan, berkehendak, serta bekerja dengan cara baik serta netral dalam kehadiran, peranan, ataupun tugasnya. Dalam bentuk penampilannya Polri juga dituntut mesti bisa memainkan fungsi yang mandiri, seimbang, serta profesional.