Generasi Milenial Masih Senang Tinggal Dengan Orang Tua
Bulatin.com – Golongan milenial rupanya masih tetap kerasan terlalu lama tinggal di rumah orang-tua mereka. Budaya timur yang menempel membuat umumnya dari mereka baru akan hidup mandiri bila telah menikah.
Diambil dari Rumah.com, Sabtu 24 November 2018, survey Property Affordability Sentiment Index H2-2018 tunjukkan jika sebagian besar responden milenial mengambil keputusan gagasan untuk keluar dari rumah orang-tua pada rentang umur 25-30 tahun.
Survey itu dilakukan pada 1.000 orang di kota-kota di Indonesia ditujukan untuk tahu tanggapan pasar dari bagian keinginan sekaligus juga untuk membuat transparansi info untuk customer. Dari keseluruhan responden, sekitar 63 persen di antaranya ada di kelompok generasi milenial, yaitu umur 22-35 tahun. Dari keseluruhan responden milenial ini, sekitar 51 persen mengakui masih tetap tinggal di rumah orangtua.
Saat diminta untuk mengatakan alasan-alasannya, sekitar 59 persen mengikutkan ‘belum menikah’ menjadi salah satunya faktornya. Fakta lainnya yang banyak disertakan ialah ‘belum miliki uang’ 53 persen. Sementara fakta ‘menjaga orangtua’ dicantumkan oleh 47 persen responden.
Head of Marketing Rumah.com, Ike Hamdan, memiliki pendapat jika hasil survey ini tunjukkan jika ketetapan untuk beli rumah masih tetap sangat dipengaruhi oleh budaya ketimuran. Beberapa orang lihat rumah ialah keperluan buat orang yang telah berkeluarga hingga sebelum menikah, banyak orang belumlah pikirkan untuk beli rumah.
Menurut dia, pemikiran ini butuh di-challenge kembali. Waktu telah menikah ditambah lagi miliki anak, keperluan finansial akan makin besar. Saat menikah, penduduk kita terlatih untuk keluarkan uang banyak untuk resepsi.
Betulkah ini yang diperlukan? Coba berfikir lebih jauh, saat kemudian setelah menikah akan mempunyai anak, lalu tetap harus mempersiapkan untuk cost persalinan. Lantas masa depan anak-anak serta keperluan keseharian.
“Bila ditambah dengan cost angsuran rumah, beban finansial itu akan makin besar. Yang banyak terjadi, keperluan beli rumah pada akhirnya dikorbankan serta satu keluarga memercayakan tinggal di rumah orang-tua,” kata Ike.
Menurut dia, Malah di waktu muda, saat lajang atau belumlah miliki anak, beban pendapatan belumlah terlalu besar. Sebaiknya kondisi itu dimanfaatkan untuk mulai mencicil beli rumah. Untuk yang mempunyai type pekerjaan resmi, angsuran masih dengan periode panjang bisa dipilih.
Ia menjelaskan, untuk yang kerja bidang informal atau musiman, dapat dengan menghimpun uang hasil project pekerjaan dengan jeli. Dengan begitu, down payment dapat besar hingga dapat mengatur waktu angsuran tidak terlalu lama.
“Beban finansial waktu menikah kelak dapat lebih mudah hingga dapat membina rumah tangga lebih mandiri di rumah sendiri. Ditambah kembali, makin lama menanti, harga rumah akan makin tinggi,” imbuhnya.
Budaya Timur lainnya yang merubah ketetapan beli rumah ialah keharusan untuk mengawasi orang-tua di waktu tua. Berlainan dengan rutinitas penduduk Barat yang malah terbebani bila putra-putrinya tidak ikut tinggalkan rumah orang-tua saat bergerak dewasa, kebudayaan Timur malah melihat tidak patut bila orang-tua dibiarkan hidup sendiri.
“Walau dapat tinggal gratis di rumah orang-tua, tetap akan lebih baik bila mempunyai rumah sendiri untuk hindari kekuatan perseteruan. Contohnya bila orang-tua wafat serta harta waris itu mesti dibagi-bagi. Atau lebih baik kembali bila orang tuatinggal di rumah kita sendiri serta menyewakan rumah orang-tua untuk memenuhi keperluan orang-tua,” jelas Ike.
Walau termasuk lama dalam akan memutuskan untuk tinggal terpisah dari orang-tua, beberapa milenial ini rupanya masih mengerti utamanya miliki rumah sendiri. Sekitar 87 persen responden milenial yang mengakui masih tetap tinggal di rumah orang-tua mengakui telah membuat taktik untuk beli rumah.
Waktu ditanya taktik apa yang digunakan untuk beli rumah di masa yang akan datang, sekitar 65 persen responden mengikutkan ‘menabung bulanan’ menjadi salah satunya strateginya. Kemudian langkah lainnya yang dipilih ialah berinvestasi, sebesar 32 persen. Meskipun begitu, masih tetap ada 10 persen responden yang mengakui belumlah mulai menabung.
“Ketimbang menabung di rekening reguler, sebaiknya lakukan investasi. Instrumen investasi seperti deposito serta reksa dana tawarkan bunga yang tambah tinggi dibanding rekening reguler dengan tingkat resiko yang rendah,” kata Ike.