Site icon BULATIN

Kisah Pilu Masa Kecil Luka Modric Hingga Sukses Bersama Kroasia

Kisah Pilu Masa Kecil Luka Modric Hingga Sukses Bersama Kroasia

Kisah Pilu Masa Kecil Luka Modric Hingga Sukses Bersama Kroasia

Bulatin.com – Banyak yang tidak tahu jika perjuangan Luka Modric hingga ke Piala Dunia 2018 tidak mudah. Ia harus mati-matian bertahan hidup dan bangkit dari kejamnya Perang Balkan hingga bisa melaju ke Piala Dunia.

Luka Modric sendiri membantu Timnas Kroasia lolos ke final Piala Dunia 2018. Vatreni di bawah komandonya, bahkan bisa kalahkan Inggris di semifinal dengan skor 2-1. Modric sebagai kapten Kroasia, bisa mengubah situasi timnya yang sulit menjadi tawa bahagia di Moskow.

Hal tersebut mirip dengan kisah hidupnya yang berurai air mata akibat Perang Balkan, menjadi sosok bersinar di Piala Dunia Rusia. Perjuangan hidupnya patut diapresiasi.

Luka Modric sendiri terlahir di kawasan Modrici, 9 September 1985, dan tumbuh besar di kawasan Zaton Obrovacki, sebuah desa di kawasan Zadar, Republik Sosialis Kroasia (sebelum menjadi Yugoslavia). Masa kecilnya dikabarkan sangat memprihatinkan.

Luka Modric sudah harus merasakan betapa kerasnya kehidupan politik saat masih belia. Pada tahun 1991, saat ia masih berusia enam tahun, Perang Balkan meletus dengan memakan banyak korban jiwa sehingga dirinya terpaksa menjadi pengungsi.

Kakeknya, Luka Sr, bahkan harus tewas dibunuh pemberontak Serbia. Modric langsung kehilangan sosok yang paling berharga, karena kakeknya yang mengasuh Modric saat sang ayah Stipe dan ibunya Radojka pergi mencari nafkah.

Saat masih berduka, rumahnya ikut hancur akibat dibakar pihak pemberontak. Modric sekeluarga harus selamatkan nyawa mereka dengan mengungsi ke Kroasia, dan menetap di sebuah hotel di kawasan Kolovare.

Di sanalah, Modric mengasah skill sepakbolanya. Dikenal pemalu dan bertubuh lemah, Modric kecil terus tekun memainkan bola yang akan mengubah nasibnya di kemudian hari. Hotel di Kolovare pun menjadi saksi bagaimana Modric kecil terampil memainkan bola.

“Dia (Luka Modric) itu sudah menghancurkan banyak jendela hotel daripada yang disebabkan bom. Dia bermain bola tanpa henti di sekitar hotel,” kenang juru bicara hotel.

Bakat Modric lantas ditampung sebuah akademi bernama NZ Zadar. Ia mengikuti seleksi bersama Hajduk Split, namun ditolak karena dinilai kependekan. Dynamo Zagreb pada 2002 lantas bersedia menampungnya, dan memberinya kesempatan bermain semusim di tim belia sebelum dipinjamkan ke Zrinjski pada 2003. Semusim berselang lagi, ia pindah ke Inter Zapresic juga meski sebagai pemain pinjaman.

Di Inter Zapresic, kehebatan Modric mulai terlihat menjanjikan. Zagreb lantas tak ragu memulangkannya dan menjadikannya pemain inti, dengan gelar Liga Kroasia tiga musim beruntun diraih sejak 2006 hingga 2008.

Beberapa klub raksasa seperti Barcelona dan Arsenal sempat melihatnya, namun akhirnya ia berjodoh dengan Tottenham pada tahub 2008. Perjuangannya masih terus berlanjut.

“Ayah saya sudah berjuang untuk saya bisa bermain sepakbola. Dia tidak pernah memberikan saya shinpad, tapi itu karena sudah terlalu banyak uang keluar untuk mengirim saya ke sekolah sepakbola dan menyediakan sepatu dan hal lainnya,” kenang Modric melalui Daily Mail.

“Beliau bekerja di kemiliteran, sebagai teknisi pesawat terbang. Dia selalu berusaha mencari cara untuk bisa mendukung saya dengan sepakbola,” lanjut Modric lagi dengan penuh rasa haru.

“Jadi, pada saat banyak orang yang mengatakan saya tidak akan bisa bertahan di Liga Premier, itu hanya memberi saya motivasi tambahan lagi. Saya jadi semakin ingin membuktikan mereka salah dan sekarang, saya pikir, mereka harus mengakui kesalahan mereka ya,” jelas Modric.

Empat musim di Spurs, Modric lantas pindah ke Real Madrid dengan transfer mencapai 30 juta euro. Empat trofi Liga Champions, tiga di antaranya beruntun diraih dan satu gelar La Liga adalah buah yang kini ia dapatkan sejak bisa selamat dari masa-masa menyedihkan silam.

Bersama Timnas Kroasia, Modric bisa dibilang hanya selangkah lagi dari trofi Piala Dunia 2018, trofi yang akan menggoreskan tinta emas untuk Hvratska. Wajar jika usai peluit panjang berbunyi di Moskow memastikan kemenangan Kroasia atas Inggris, Modric sampai menangis mengingat beratnya jalan yang harus ia lalui.

Exit mobile version