oleh

MA Kurangi Vonis Koruptor, KPK Nyatakan Kecewa

Jakarta– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kecewa dengan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi hukuman narapidana korupsi Idrus Marham berkurang menjadi dua tahun. Namun KPK tetap menghormati putusan tersebut.

“Tentu wajar bila kami sampaikan KPK cukup kecewa dengan turun secara signifikannya putusan di tingkat kasasi,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantor KPK, Selasa (4/12) malam.

Febri membandingkan putusan kasasi hakim Mahkamah Agung dengan hakim di tingkat banding dan tuntutan Jaksa KPK. Menurut dia, hukuman yang diterima terpidana sangatlah merosot.

Ke depan, kata Febri, KPK menginginkan ada kesamaan visi pemberantasan korupsi di seluruh institusi, terutama memaksimalkan pemberian efek jera kepada para koruptor.

Febri mengatakan pihaknya berharap kasus Idrus bisa menjadi kontemplasi agar kerja penyidik, penuntut umum, hakim tingkat pertama, kedua sampai tingkat kasasi berada dalam visi yang sama soal pemberantasan korupsi.

“Kalau seorang pelaku korupsi sudah terbukti bersalah, tentu harapannya bisa dijatuhkan hukuman semaksimal mungkin sesuai dengan perbuatannya,” ujarnya.

Ia pun mengatakan tim di lembaga antirasuah kini tengah mempertimbangkan langkah lanjutan guna merespons putusan kasasi tersebut. Febri mengatakan jaksa KPK bakal terlebih dulu mempelajari salinan putusan. Kendati hingga Selasa (4/12) malam, menurut Febri, berkas salinan belum diterima.

“Belum ada pembahasan soal PK [Peninjauan Kembali], kami akan pelajari nanti salinan putusan, dan akan kami laksanakan. Meskipun tadi ada beberapa catatannya,” ujar dia.

Pada Senin (2/12) lalu, majelis hakim Mahkamah Agung memutuskan untuk mengabulkan kasasi yang diajukan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham terkait kasus korupsi PLTU Riau-1. Masa hukuman Idrus yang semula lima tahun dikurangi menjadi dua tahun penjara.

Majelis hakim yang diketuai Suhadi itu dalam pertimbangan menjelaskan, Idrus melanggar Pasal 11 Undang-Undang Tipikor lantaran menerima hadiah terkait proyek PLTU Riau-1. Namun, menurut majelis hakim, Idrus bukan unsur penentu yang berwenang mengambil putusan proyek tersebut.

Selain Suhadi, dua anggota hakim lainnya adalah Krisna Harahap dan Abdul Latief.

Berikut daftar koruptor yang vonis hukumannya dapat pengurangan oleh MA

1. M Sanusi

Mantan anggota DPRD DKI Jakarta, M Sanusi terbukti menerima suap Rp 2 miliar dari bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Uang tersebut terkait dengan pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (RTRKSP) Jakarta di Balegda DPRD DKI.

M Sanusi kemudian dijatuhi hukuman 7 tahun penjara. Jaksa tidak terima dan mengajukan banding. Hukuman diperberat menjadi 10 tahun penjara. Duduk sebagai ketua majelis Daniel Dalle Pairunan, dengan anggota Humuntal Pane, Sri Anggarwati, Jeldi Ramadhan, dan Anthon Saragih. Vonis itu dikuatkan di tingkat kasasi. Tidak terima, Sanusi mengajukan PK dan dikabulkan.

Duduk sebagai ketua majelis yaitu Prof Surya Jaya dengan anggota LL Hutagalung dan Eddy Army. Majelis menurunkan hukuman M Sanusi jadi 7 tahun penjara. Namun Surya Jaya dissenting opinnion dan tidak setuju hukuman M Sanusi diturunkan, tapi Surya Jaya kalah suara dengan anggotanya.

2. Irman Gusman

Mantan Ketua DPD itu terbukti korupsi mengurus impor gula. Irman dinilai terbukti menerima suap dari Direktur CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi.

Di persidangan, Irman terbukti menggunakan pengaruhnya sebagai Ketua DPD untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari Perum Bulog kepada perusahaan milik Xaveriandy. Oleh PN Jakpus, Irman dihukum 4,5 tahun penjara. Putusan itu berkekuatan hukum tetap.

Di tingkat PK, hakim agung Suhadi, Eddy Army dan Abdul Latief menyunat dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 tahun.

3. Patrialis Akbar

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar. Patrialis terbukti ‘dagang’ perkara putusan MK. MA menyunat hukuman Patrialis dari 8 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara. Duduk sebagai ketua majelis Andi Samsam Nganro dengan anggota LL Hutagalung dan Sri Murwahyuni.

4. Choel Mallarangeng

Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman Choel Mallarangeng dari 3,5 tahun menjadi 3 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek Hambalang. Alasan MA, Choel telah mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp 7 miliar.

Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Salman Luthan dengan anggota hakim agung Prof Abdul Latief dan hakim agung Sri Murwahyuni.

5. Panitera Korup

Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman penitera pengganti (PP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Tarmizi. Pejabat pengadilan itu terbukti menerima suap dari pengusaha Dirut PT Aquamarine Divindo Inspection, Yunus Nafik, lewat pengacara Ahmad Zaini.

Awalnya Tamrizi dihukum 4 tahun penjara. Tapi di tingkat PK, hukumannya disunat menjadi 3 tahun penjra. Duduk sebagai ketua majelis yaitu hakim agung Andi Samsan Nganro dengan anggota LL Hutagalung dan Sri Murwahyuni.

6. Koruptor Rp 132 M

Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman pengusaha Tamin Sukardi dari 8 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.
Padahal, ia terbukti korupsi Rp 132 miliar. Bahkan, ia juga penyuap hakim agar divonis bebas di tingkat pertama. Perkara Nomor 1331 K/Pid.Sus/ 2019 tersebut diadili oleh Andi Samsan Nganro, Abdul Latif dan Leopold L. Hutagalung.