Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Dinilai Biang Politik Uang
Bulatin.com – Skema pemilu di Indonesia yang mengaplikasikan skema seimbang terbuka dipandang seperti biang banyak masalah dalam ketatanegaraan, salah satunya kredibilitas parpol, rekanan presiden dengan parlemen, serta praktek politik uang alias money politic.
Opini itu adalah hasil penelitian Gunawan Suswantoro, Sekretaris Jenderal Tubuh Pengawas Pemilu, yang ia rumuskan dalam disertasi doktoralnya yang berjudul Implikasi Skema Pemilu pada Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintahan Skema Presidensial pada Masa Susilo Bambang Yudhoyono.
Disertasi Gunawan ditest dalam sidang terbuka di Gedung Pascasarjana Kampus Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, pada Senin, 25 Februari 2019. Ia mempelajari beberapa hasil pemilu dengan skema seimbang dalam dua periode pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2009 serta 2009-2014.
“Seperti kita kenali,” Gunawan berargumentasi selesai sidang terbuka pengujian disertasinya, “jika skema seimbang terbuka sudah membawa efek, terpenting parpol jadi tidak konsen pada organisasinya.”
Efek kedua, tuturnya, “dapat dibuktikan jika berikut ladang money politic. Jika ini dilanjutkan, Indonesia akan ke arah pada kemerosotan mental dari bangsa Indonesia.”
Gunawan memandang, skema seimbang terbuka pun jadi pemicu kompleksitas atau sangat banyak masalah yang terkait dengan rekanan pada presiden dengan DPR dalam soal kebijaksanaan. Keadaan itu berlangsung pada rezim SBY.
Ia menyarankan skema pemilu seimbang terbuka dirubah dengan skema paralel atau mixed anggota majoritharian (MMM). Skema itu adalah pencampuran dari majoritharian (distrik) serta seimbang rincian baku, yaitu majoritharian dengan pembagian 18 % seimbang rincian baku dengan pembagian 82 % dari 575 kursi di DPR.
“Proses penyalonan proprosional dengan rincian baku memberi ruangan otoritas buat parpol untuk memastikan akan caleg yang akan duduk di DPR,” tuturnya.
“Ide yang sebangun dengan semacam itu, saya begitu mengharap, semoga dengan akademis ini akan dapat tingkatkan kualitas pemilu hingga akan begitu menyusut money politic,” katanya.
Ia mengaku, skema MMM akan mengirit semakin banyak biaya pemilu, bahkan juga dapat sampai 60 % dari biaya pemilu saat ini. Selain menjadi usaha tingkatkan kualitas demokrasi, skema MMM dapat juga menahan atau kurangi praktek politik uang. Karena, dengan skema itu, partailah yang akan berkampanye, bukan beberapa calon legislatif seperti yang berlangsung saat ini.
Tapi, Gunawan memperingatkan, ide itu baru hanya saran awal, apabila di setujui, masih butuh bahasan lebih detil di DPR. “Semoga kelak dapat diamankan oleh pemerintah serta DPR dalam rencana untuk melakukan perbaikan skema pemilu di Indonesia serta dapat diaplikasikan di pemilu 2024,” tuturnya.