oleh

Banyak Caleg Eks Napi, Begini Alasan Para Pimpinan Partai

Bulatin.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah meluncurkan daftar nama bakal caleg mantan napi korupsi di DPRD provinsi, kabupaten, dan kota, yang didaftarkan parpol-parpol peserta pemilu ke KPU. Dalam daftar itu, diketahui parpol peserta Pemilu tetap mendaftarkan caleg eks napi korupsi.

Misalnya di Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra, ada 11 orang yang merupakan eks napi korupsi. Meski demikian, Yusril mengatakan tak mengetahuinya.

“Mungkin saja. Nanti kita koreksi. DPP PBB itu tidak mengetahui siapa-siapa yang diajukan di daerah-daerah. Caleg itu seperti itu. Tapi di pusat tidak ada,” ucap Yusril di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Sabtu (28/7/2017) dini hari.

Sementara di PKS, ada 5 orang eks napi korupsi yang maju. Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan, akan segera menggantinya.

“Segera diganti, sedang dicari penggantinya. Jadi itu kecolongan kami,” jelas Sohibul.

Hanya satu partai politik yang tidak mencalonkan eks napi korupsi, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Pengamat politik Universitas Padjajaran, Muradi, menilai hal itu terkait ide partai bersih yang selalu didengungkan oleh partai pimpinan Grace Natalie tersebut.

Karena itu, tak ada pilihan lain bagi PSI selain menyodorkan nama-nama bakal caleg baru yang freshdan tak pernah jadi napi korupsi. “Hal ini ditegaskan sebagai bagian dari upaya menyandingkan nilai penguatan yang menjadi platform dari PSI, saya kira penting juga untuk mencermati langkah PSI tersebut,” kata Muradi.

3 Alasan

Dia menilai fenomena parpol membandel dengan tetap mencalonkan mantan napi korupsi menjadi caleg bisa dilihat dalam tiga perspektif.

Pertama, berkaitan dengan sikap pragmatisme dan keengganan partai politik untuk memunculkan figur baru kadernya untuk berkontestasi mmeraih kemenangan.

“Karena kader yang koruptor tersebut dianggap memiliki peluang untuk memenangkan kursi di parlemen,” katanya.

Perspektif kedua, target lolos ambang batas parlemen yang memungkinkan berkurangnya kursi jika memunculkan nama caleg baru untuk mengganti caleg berlabel koruptor.

“Apalagi pemilih juga cenderung merasa bahwa figur-figur koruptor yang diajukan oleh partai politik tersebut memiliki kedekatan dan meyakinkan untuk dipilih,” katanya.

Kemudian perspektif ketiga, adanya kekhawatiran dari parpol-parpol tersebut atas hasil survei yang menggambarkan kemungkinan perolehan suara pada Pileg 2019 yang dianggap mengkhawatirkan bagi mereka.

“Tidak heran jika banyak partai kemudian pragmatis menyandingkan caleg artis dan juga figur koruptor namun memiliki potensi keterpilihan yang besar,” pungkasnya.