Jakarta – Ujian Nasional (UN) selama ini menjadi barometer lulus-tidaknya siswa sekolah. Kini, wacana penghapusan UN sedang dikaji. Menurut kamu, UN sebaiknya dihapus atau dipertahankan?
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sedang mempelajari penghapusan UN itu. Publik tinggal menunggu kapan wacana itu akan diterapkan.
“Itu (penghapusan UN) yang sedang kami kaji. Ditunggu kabarnya,” ujar Nadiem di Ballroom The Ritz Carlton Hotel Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2019).
Ada yang secara terang-terangan mendukung penghapusan UN. Ada pula yang meminta agar rencana kebijakan itu dipikirkan masak-masak. Anggota Komisi X DPR dari PDIP Andreas Hugo Pareira misalnya, dia mempertanyakan soal evaluasi terhadap para siswa bila nanti UN benar-benar dihapus. Soalnya selama ini UN adalah alat evaluasi yang digunakan secara umum.
Dua pimpinan Komisi X DPR mendukung penghapusan UN. Mereka adalah Wakil Ketua Komisi X dari Golkar, Hetifah Sjaifudian, dan Wakil Ketua Komisi X dari Partai Demokrat Dede Yusuf. Hetifah berpandangan UN menjadi tekanan bagi siswa, guru, hingga orang tua. Lebih baik, UN diganti asesmen kompetensi siswa secara berkala. Dede Yusuf menilai UN tak bikin cerdas karena anak hanya menghapal pelajaran.
Tak hanya anggota DPR yang bersuara, kepala daerah juga urun pengalaman. Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan menyampaikan UN sudah tidak ada di daerahnya sejak zaman Bupati Ichsan Yasin Limpo (2005-2015). Kabupaten Goewa memakai Sistem Kelas Tuntas Berkelanjutan (SKTB). Kini Adnan mendukung wacana Menteri Nadiem.
Bagaimana dengan guru-guru, pihak yang sehari-harinya berinteraksi dengan kegiatan belajar-mengajar? Ikatan Guru Indonesia (IGI) mendukung UN dihapus. Lebih baik, anggaran UN dialihkan untuk kesejahteraan guru.