oleh

Keputusan Jokowi Bebaskan Abu Bakar Baasyir Menuai Pro Dan Kontra

Keputusan Jokowi Bebaskan Abu Bakar Baasyir Menuai Pro Dan Kontra

Bulatin.com – Ketetapan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) membebaskan terpidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir memetik kontroversi. Beberapa pihak ada yang memberikan pujian pada, ada juga yang menganggap sarat muatan politis.

Pengamat Terorisme yang pun Rektor IAIN Pontianak M Syarif mengatakan, ketetapan itu semestinya tidak disikapi terlalu berlebih di luar kerangka politik hukum dan kebijakan. Menurut dia, fakta kemanusiaan jadi pertimbangan fundamental dibalik ketetapan Jokowi itu.

“Pertimbangannya kan kemanusiaan, telah sepuh 81 tahun, kesehatannya alami penurunan, sakit-sakitan, perlu perawatan spesial bersama dengan keluarga,” kata Syarif saat di konfirmasi, (21/1).

Syarif mengatakan pertimbangan itu cukuplah bijak karena segi kemanusiaan merupakan salah satunya landasan dan paradigma hukum di Indonesia. Ia pun memandang ketetapan itu adalah bentuk taktik lainnya menantang terorisme.

“Serta saya duga Presiden ambil langkah ini tidak lepas dari salah satunya taktik pemberantasan terorisme dengan pendekatan kemanusiaan, tidak cuma pendekatan reperesif semata-mata. Sebab tidak dapat dibantah fakta kemanusiaan itu bukan dibuat buat. Beliau suda sepuh 81 tahun, Beliau sakit sakitan, beliau telah melakukan hukuman 9 tahun di penjara,” kata Syarif.

Tidak hanya itu, menurut Syarif, ketakutan adanya tindakan teror kembali saat dibebaskannya Ba’asyir terlalu terlalu berlebih. Di samping telah tua, Ba’asyir dipandang telah ditinggal pengikutnya dan telah terputus dengan jaringan ekstrimis seperti Jaringan Anshar Daulah (JAD) dan Jaringan Ansharut Syiah (JAS).

“Tidak perlu cemas, aparat kita begitu memahami masalah ini,” tegasnya.

Diakuinya bingung dengan tuduhan pembebasan Ba’asyir menjadi sinyal pemerintah Jokowi tidak memiliki komitmen pada penanggulangan terorisme. Walau sebenarnya, sambungnya, mencegah dan perlakuan aksi-aksi terorisme begitu progresif di masa Jokowi ini.

“Ketegasan pemberantasan terorisme di Indonesia begitu tegas, ini faktanya. Tahun 2018 saja ada 396 tersangka teroris yang diamankan. Potensi polisi kita mutakhir, miliki skema deteksi dini dan disadari dunia. Kurang apalagi?,” katanya.

Oleh karena itu, Syarif menyebutkan ketetapan membebaskan Ba’asyir benar-benar tidak akan memengaruhi kemauan pemerintah memerangi terorisme. Ketetapan itu pun bukan bentuk kompromi dengan grup teroris. Ketetapan itu dipandang tunjukkan di dunia perlakuan terorisme di Indonesia memprioritaskan HAM.

“Berarti, pemerintahan Jokowi itu humanis akan tetapi begitu tegas masalah terorisme,” tutupnya.

Awal mulanya, Jokowi memberi kebebasan pada terpidana masalah terorisme Abu Bakar Ba’asyir dengan fakta kemanusiaan. Meskipun begitu, Ba’asyir menampik untuk di tandatangani surat pengakuan untuk setia pada Pancasila dan NKRI menjadi salah satunya kriteria kebebasan.

Kuasa hukum Presiden Jokowi, Yusril Ihza Mahendra membuka fakta penolakan Ba’asyir meneken surat tersebut karena keyakinan dan pendirian Ba’asyir cuma untuk perihal diyakininya dalam agama Islam.

“Pak Yusril jika suruh tanda-tangan itu saya tidak ingin bebas bersyarat, karena saya cuma taat dan menyembah-Nya, inilah jalan yang hadir dari Tuhan mu,” kata Yusril menirukan pengucapan Ba’asyir saat di Lapas Gunung Sindur, Jawa Barat, sekian waktu lalu.