oleh

Johannes B Kotjo Bakal Segera Diadili

Johannes B Kotjo Bakal Segera Diadili

Bulatin.com Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi sudah melimpahkan surat tuduhan atas terduga pemegang saham Blackgold Alami Resources Limited Johannes B Kotjo ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Dengan demikian, KPK tinggal menanti jadwal sidang terdakwa pertama dalam masalah suap suap PLTU Riau-1.

“Tempo hari, Senin, 24 September 2018, KPK sudah limpahkan tuduhan serta berkas masalah untuk terdakwa Johannes Kotjo ke pengadilan. Setelah itu kami menanti jadwal persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah pada mass media, Selasa, 25 September 2018.

Febri menuturkan, Kotjo sudah janji akan menolong KPK membuka masalah pendapat suap proyek PLTU Riau-1 yang menjeratnya. Prinsip itu sekurang-kurangnya diperlihatkan Kotjo dengan ajukan Justice Collaborator (JC).

“Awal mulanya, berdasar pada info dr Penyidik, waktu jadi terduga, JBK juga ajukan diri menjadi JC,” kata Febri.

Menurut Febri, ada beberapa prasyarat yang perlu dipenuhi Kotjo agar JC yang diajukannya dipenuhi KPK serta pengadilan. Salah satunya, bukan pelaku utama, mengaku perbuatan serta membuka atau membuka pihak atau masalah korupsi yang semakin besar dan berkelanjutan dengan info yang dikatakan.

Karena itu, kata Febri, KPK akan menyimak sikap serta ketekunan Kotjo saat proses pemeriksaan persidangan ataupun penyidikan untuk terduga lainnya.

“Di persidangan kelak KPK akan menyimak apa terdakwa serius ataukah tidak jadi JC. Sebab prasyarat penting bisa dipenuhi menjadi JC ialah mengaku perbuatan, buka peranan pihak lain seterang-seterangnya. Ketekunan serta sikap kooperatif di sidang juga jadi perhatian KPK,” kata Febri.

Dengan beberapa prasyarat yang perlu dipenuhi untuk mendapatkan status JC, tidak tertutup peluang Kotjo memaparkan tentang proyek PLTU Riau-1 ini serta membuka keterlibatan beberapa pihak lain, termasuk juga Dirut PLN Sofyan Basir.

Ditambah lagi dia sempat lakukan pertemuan dengan Sofyan, Idrus Marham serta bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, untuk mengulas proyek sejumlah US$900 juta itu. Idrus serta Eni sekarang ini sudah menyandang status terduga.