oleh

Kejaksaan Luncurkan Aplikasi Untuk Awasi Aliran Sesat

Kejaksaan Luncurkan Aplikasi Untuk Awasi Aliran Sesat

Bulatin.com Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meluncurkan aplikasi Smart Pakem untuk mengamati saluran keyakinan serta keagamaan yang dianggap “menyelimpang”.

Juru Bicara Kejaksaan Agung, Mukri, berkelit aplikasi ini lahir untuk memberi edukasi pada penduduk mengenai beberapa macam saluran keyakinan ikut keagamaan di Indonesia. Termasuk juga di antaranya yang masuk dalam rincian sesat oleh pemerintah serta Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Kita mustahil lakukan untuk memberi edukasi, hingga muncul ide dibuat saja aplikasi. Dengan begitu diharapkan penduduk dapat teredukasi,” tutur Mukri , Selasa (27/11).

“Di aplikasi itu kan isinya rincian semua aliran-aliran keyakinan serta manakah yang yang dilarang. Jadi ini bagian dari edukasi, keterbukaan info, serta preventif agar penduduk tidak langsung asal-asalan bertindak main hakim sendiri jika belumlah tahu masalahnya,” sambung Mukri.

Dalam aplikasi yang dapat diunggah di Google Play Sote serta Situs Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ada enam feature: keagamaan, keyakinan, ormas, laporan penduduk, undang-undang, serta fatwa MUI.

Spesial di feature keagamaan, keyakinan, serta ormas, berisi info tentang rincian, nama pimpinan, lokasi, jumlahnya pengikut, serta keterangan detailnya. Sementara untuk feature laporan, tersedia lampiran berbentuk data diri pelapor serta subyek laporan.

Jubir Kejaksaan Agung, Mukri, menyebutkan siapapun yang dicurigai terdapatnya saluran keyakinan atau keagamaan bau Islam akan “dikoordinasikan” dengan MUI untuk mengevaluasi apa menyelimpang ataukah tidak.

“MUI kan dengan tehnis tahu apa saluran itu sesat ataukah tidak. Jika MUI telah mengevaluasi serta memastikan salurannya menyelimpang, baru pemerintah ambil kebijaksanaan,” tuturnya.

“Yang tentu, kita tidak represif, tetapi mendidik. Dapat dengan disadarkan dahulu atau diperingatkan. Jadi tidak langsung masuk ke ranah hukum.”

` Aplikasi Smart Pakem banyak negatifnya `

Akan tetapi demikian, menurut Periset Sama dengan Institute, Halili Hasan, aplikasi ini semakin banyak negatif ketimbang positifnya sebab bisa peruncing perseteruan sosial karena beberapa orang akan gampang memandang satu ritual keagamaan atau keyakinan menjadi sesat cuma sebab tampak tidak umum.

“Orang dengan gampang mempunyai ruangan menjustifikasi, memandang, memberikan laporan yang berlainan menjadi sesat, meleset dari pandangan sebagian besar yang diyakini,” tutur Halili pada.

“Grup intoleran ini semakin terfasilitasi serta terpacu untuk lakukan persekusi cuma sebab berlainan.”

Apalagi, kata dia, negara benar-benar tidak mempunyai hak masuk ruangan privat masyarakatnya dalam perihal ini berkeyakinan atas agama serta keyakinan. Ditambah lagi, sampai mesti mengatakan sesat atau menyelimpang, walau sebenarnya tidak ada aksi yang merugikan pihak lainnya.

“Beragama serta berkeyakinan itu ajang kebebasan internum (individu) serta negara tidak dapat intervensi. Ekspresi silahkan saja, jika hanya ekspresi, negara tidak bisa intervensi selama mematuhi,” tuturnya.

“Karena itu saya tidak lihat ada urgensi di balik aplikasi ini. Kami meminta supaya aplikasi ini dihapus dari ruang umum. Pemerintah harus juga mengevaluasi serta membubarkan Bakorpakem Kejaksaan,” tegas Halili.

Tetapi kecemasan akan timbulnya aksi persekusi, menurut jubir Kejaksaan Agung, Mukri terlalu jauh.

“Itu dinamika saja, jika nyatanya kelak di lapangan tidak baik, kita akan pelajari. Sementara ini, kemauan kita baik atas aplikasi Smart Pakem. Apalagi baru , belumlah efisien,” tukasnya.

Dalam penilaian Sama dengan Institute, pemerintah tengah membidik grup keagamaan atau pergerakan baru serta keyakinan lokal.

Halili memberikan contoh, pergerakan baru itu seperti Pergerakan Fajar Nusantara (Gafatar).

“Mereka ini begitu progresif serta sekarang diincar. Catatan Sama dengan, grup ini banyak disasar Bakorpakem serta grup intoleran yang alergi dengan munculnya jati diri baru,” jelas Halili.

Instansi Studi Sosial serta Agama Jawa Tengah menyebutkan, sebelum Indonesia berdiri, ada 396 type keyakinan serta agama asli Nusantara.

Sekarang ini 60 saluran di antaranya sudah punah serta pemicu pentingnya ialah tekanan dari pemerintah serta grup spesifik yang tidak dapat terima kehadiran penganut keyakinan.

Sementara saluran keagamaan yang dinyatakan sesat oleh pemerintah serta MUI, ialah Ahmadiyah melalui Surat Ketetapan Bersama dengan (SKB) Tiga Menteri Tahun 2008 serta Gafatar melalui SKB Tiga Menteri tahun 2016.

LSM Kontras ikut mencatat semenjak 2014 sampai 2018, ada 488 momen pelanggaran kebebasan melaksanakan ibadah serta berkeyakinan.

Jumlahnya korban pelanggaran kebebasan melaksanakan ibadah sampai 896 orang karena kebijaksanaan yang diskriminatif serta tidak tegasnya pemerintah melawan grup intoleran, menurut Kontras.

Sekretaris Pengurus Besar Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana, mengakui tidak kaget dengan timbulnya aplikasi ini.

Dia mengatakan Oktober lalu, jemaah Ahmadiyah di beberapa kota dipanggil Badan Koordinasi Pengawasan Saluran Keyakinan serta Keagamaan Penduduk (Bakorpakem) dijelaskan mengenai isi Surat Ketetapan Bersama dengan Tiga Menteri Tahun 2008.

“Mulai Oktober, ada pemanggilan di 10 kota oleh Bakorpakem untuk publikasi SKB supaya mengawasi keadaan. Di sejumlah tempat, saya membacanya seperti ingin kembalikan kesadaran publik jika Ahmadiyah sesat serta menggelisahkan,” tutur Yendra .

“Jadi aplikasi ini in-line saja dengan pemanggilan itu,” imbuhnya.

Panggilan jemaah Ahmadiyah di 10 kota itu di antaranya di Depok, Tasikmalaya, Banjarnegara, Surabaya, Sidoarjo, Riau, serta Sulawesi Utara.

Yendra ikut menjelaskan, semenjak keluar SKB Tiga Menteri Tahun 2008 yang melarang Ahmadiyah sebarkan ajaran mereka, praktek persekusi masih tetap terjadi.

Dia memberikan contoh kejadian pada Juni 2017 di manakah Pemkot Depok tutup paksa masjid Ahmadiyah.

“Kami telah terlatih hidup berikut. Bukan dalam makna pasrah. Tetapi ibaratnya kami sangatlah panjang alami persekusi. Jadi apalagi yang perlu kami kuatirkan? Perihal terburuk telah kami alami; dibunuh, dibakar, diserang. Tetapi yang tentu aksi itu akan tidak merubah kepercayaan kami.”

Dia ikut cemas, lahirnya aplikasi ini makin tingkatkan tindakan intoleran pada jemaah Ahmadiyah serta grup minoritas di kota-kota lainnya.

“Aplikasi ini akan meningkatkan tajam perseteruan, memperluas perseteruan, meningkatkan keraguan. Jadi apakah yang diinginkan dari aplikasi ini?” tukasnya.