Dalam dunia perdagangan saham, dikenal istilah saham pompom. Pompom saham identik dengan saham gorengan yang dipompa (pump) agar harganya melejit oleh bandar saham sehingga tampak menggiurkan.
Wajar jika harga saham yang “dipompa” tersebut bisa meroket dalam waktu yang begitu singkat.
Apa arti Pompom Saham
Pompom saham merujuk pada istilah untuk menghasut agar orang membeli suatu saham. Biasanya, oknum menggunakan cara dengan memberikan kesan bagus untuk perusahaan tersebut.
Mereka adalah oknum yang tidak mengajak orang secara langsung, tetapi mereka membentuk opini publik yang secara tidak langsung bisa terbujuk membeli saham tertentu.
Bandar saham bisa berasal dari berbagai kalangan seperti oknum di perusahaan sekuritas, pemilik saham, manajemen perusahaan, influencer, hingga grup Whatsapp.
Mereka memompa saham agar naik tinggi, padahal sebelumnya saham tersebut seringkali kurang likuid atau jarang diperjualbelikan.
saat ini banyak influencer yang ikut meramaikan saham dengan secara langsung menyebut saham-saham emiten tertentu di media sosial miliknya.
Baru-baru ini sejumlah influencer membicarakan soal investasi saham dengan merekomendasikan saham tertentu. Lewat akun sosial media, influencer itu, sebut saja Raffi Ahmad, Ari Lasso, pemuka agama yang sudah cukup lama mengggaungkan investasi saham, Yusuf Mansur hingga Kaesang Pangarep menyebut emiten saham sebagai pilihan investasi.
Rekomendasi saham atau bahkan pamer portofolio memang bukan hal baru, apalagi setelah munculnya berbagai platform media sosial.
Namun, lain cerita kalau influencer yang merekomendasikan suatu saham tidak berdasarkan analisis teknikal maupun fundamental.
Perlu diingat bahwa tidak semuanya akan diuntungkan oleh hasil rekomendasi, baik itu dari influencer maupun analis suatu sekuritas sekalipun, mengingat ada banyak orang yang akan membeli atau menjual dengan harga yang berbeda.
Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi orang-orang yang sudah mempunyai harga saham di harga bawah atau rendah.
Dengan jumlah pengikut atau follower yang mencapai jutaan, rekomendasi saham yang dilakukan influencer itu bisa saja dilakukan oleh sebagian pengikutnya.
Apalagi kalau pengikutnya adalah investor pendatang baru yang belum memahami cara kerja di pasar modal. Padahal rekomendasi influencer belum tentu berdasarkan analisis teknikal maupun fundamental.
Fenomena influencer pasar saham memang tidak diatur secara khusus. Namun perlu diketahui, dalam UU Pasar Modal terdapat aturan yang melindungi investor termasuk mengenai larangan terkait aktivitas yang mengandung penipuan hingga manipulasi pasar ataupun perdagangan orang dalam (insider trading).
Intinya, jangan tergiur pompom saham karena influencer juga investor yang berharap keuntungan. Artinya, dengan merekomendasikan saham tertentu bisa saja mereka berharap harga akan naik dan bisa mengambil keuntungan atau keluar dari saham yang telah direkomendasikannya.
Sementara itu, Head of Marketing PT Indo Premier Sekuritas, Paramita Sari mengatakan, meski ada sisi positif, namun fenomena munculnya influencer saham ini bisa mendatangkan hal negatif yang kadang tak disadari investor pemula yang rata-rata masih sangat awam dengan yang namanya saham.
Influencer atau publik figur yang memprosikan saham cenderung menginformasikan potensi cuan, tetapi abai dengan yang namanya potensi kerugian, dan bisa mengarah pada saham pompom (pompom saham).
“Mempromosikan saham tertentu bisa saja menyebabkan harganya langsung melejit sesaat karena banyaknya pengikut yang membelinya, namun sangat disayangkan potensi kerugiannya tidak tersampaikan dengan baik,” kata Paramita kepada Kompas.com.
Paramita mengatakan, publik figur yang mempromosikan saham tertentu kemungkinan belum memiliki skill atau kemampuan analisis saham yang mumpuni. Hal ini tentu tidak baik karena saham yang dipromosikan belum tentu saham yang secara fundamental dan teknikal bagus.
Kenali sahamnya
Membeli saham adalah membeli perusahaan. Artinya, investor harus menganalisis bisnis perusahaan yang akan dibeli, bukan hanya sekadar melihat pergerakan harga sahamnya.
Tak kenal maka tak sayang. Untuk itu, penting bagi investor mengenali saham yang akan dibeli dengan melakukan berbagai analisa seperti analisa fundamental dan teknikal.
Dalam berinvestasi saham, investor wajib mengenali perusahaan yang akan dibeli, baik sektor usahanya, laporan keuangannya hingga aksi korporasinya agar dapat meraih keuntungan maksimal.
Investor ternama di dunia, Warren Buffet, mempercayai analisa fundamental dalam melakukan investasi. Analisa fundamental kerap digunakan oleh investor jangka panjang seperti Warren Buffet untuk menyaring saham yang termasuk pada kategori baik.
Sementara pengguna analisa teknikal tersohor ialah George Soros. Pengguna analisa teknikal umumnya disebut dengan trader, melakukan investasi secara jangka pendek seperti investasi secara harian.
Salah satu soal yang kerap dihadapi investor atau pelaku pasar dalam berinvestasi di saham adalah bagaimana memilih saham yang bagus dan prospektif sehingga menghasilkan profit yang maksimal.
Dalam proses memilih inilah investor harus didasari pertimbangan yang logis, rasional, masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai profil risiko investor.
Salah satu acuan yang kerap dipergunakan oleh pelaku pasar modal dalam memilih saham dikenal dengan istilah rasio harga saham terhadap laba bersih emiten atau Price Earning Ratio (PER).
Sesuai dengan istilahnya, PER berarti perbandingan antara harga pasar dengan laba bersih per saham atau Earning Per Share (EPS).
Analisa PER suatu perusahaan dapat dilakukan dengan cara membandingkan PER dalam industri sejenis.
Jika PER lebih kecil dari rata-rata emiten lainnya dalam industri sejenis, maka harga perusahaan dianggap relatif lebih murah. Saham dengan PER yang rendah, biasanya banyak diminati oleh investor.
Meski begitu bukan berarti harga yang mahal tidak diminati investor. Jika ada saham yang diperdagangkan dengan PER tinggi, tetapi tetap diminati investor artinya investor memiliki tingkat kepercayaan kepada saham atau perusahaan itu.
Investasi saham memang merupakan investasi yang menjanjikan keuntungan tinggi. Namun, risikonya juga cukup tinggi.
Maka itu, tidak heran para ahli keuangan merekomendasikan paling akhir kepada masyarakat untuk berinvestasi di saham, karena memang seseorang harus memahami betul cara kerja dan risikonya.
Terlepas dari itu, investasi apapun bentuknya memang harus dilakukan dengan bijak. Jangan pernah lupa, potensi keuntungan sejalan dengan potensi risiko. Maka itu investor harus dapat menyesuaikan profil risiko investasi yang dimiliki.
Dikutip dari Kontan, Emiten.com menilai perspektif main saham dan tingginya pertumbuhan jumlah investor ini dimanfaatkan pihak-pihak tertentu dengan memakai influencer untuk memamerkan nama saham tertentu untuk meraup keuntungan dan mengarah pada pompom saham (saham pompom).
“Kami sudah melihat permasalahan seperti ini akan muncul sebelum startup platform emiten.com dibentuk. Tidak semua orang dapat mengakses grup berbayar yang nilainya fantastis, setelah bayar pun mereka masih kemungkinan dijadikan sasaran dump apalagi yang tidak bayar. Oleh karena itu waspada bila terdapat grup gratis dan grup berbayar. Dan bila terdapat edukasi pun maka para pemula juga berisiko terkotak kotak dengan 1 aliran trading investing tertentu,” ujar Denny Huang, CEO & Founder emiten.com dalam siaran persnya.
Denny mengatakan, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan dalam beli jual saham baik trading harian maupun untuk investasi.
Misalnya, faktor seperti valuasi mulai dari PBV, PER, PCFR, PSR, DER, EPS, NPM, perpajakan, sentimen induk atau afiliasi perusahaan, aksi korporasi right issue, tren bisnis satu dua tahun ke depan, dan good corporate governance perusahaan.
Selain itu, faktor eksternal dan juga ekonomi makro harus diperhatikan.
“Rapat The Fed atau OPEC, laporan BPS, serta tidak lupa untuk melihat makro global serta selalu penting mengingat trailing stop, money management dan stoploss,” pungkas Denny.
Berikut tanda-tanda yang perlu diwaspadai investor atau trader pemula di pasar saham agar tidak mengalami kerugian ke depan:
1. Influencer berulang kali memamerkan keuntungan besar dalam bentuk rupiah dalam waktu singkat.
Perlu diketahui bahwa saham adalah instrumen beresiko tinggi dan cenderung jangka panjang yang pergerakan naik turun tergolong cepat
2. Influencer tidak menjelaskan margin of safety atau selisih antara nilai intrinsik suatu saham dengan harga jual saat ini.
Seringkali informasi hanya berupa potensi profit besar namun tidak masuk akal dicapai dalam waktu singkat dan cepat oleh trader investor saham pemula karena pasti ada suspensi maupun unusual market activity (UMA).
3. Cenderung menciptakan FOMO alias fear of missing out, rasa takut dan cemas akan ketinggalan berita atau hal-hal terbaru yang terjadi.
Informasi rekomendasi beli saham diumumkan pada media sosial dengan jumlah pengikut besar agar tercipta FOMO atau pemikiran bahwa bila saya tidak segera beli saham tersebut sekarang maka di luar sana banyak ratusan ribu follower akan lebih dulu membeli dan menikmati profit.
4. Menarik jumlah anggota trader investor saham pemula melalui endorse di media sosial.
Tak jarang, kolaborasi dibutuhkan agar paparan informasi lebih mudah tersampaikan. Karena sekecil apapun volume akan bermanfaat bagi mereka untuk dump alias membuang saham tersebut.
5. Memiliki wadah grup khusus komunikasi dua arah yang digunakan mengkoordinasikan anggota untuk membeli (perhatikan komposisi pembelajaran dan percakapan wadah grup tersebut).
Ada grup berbayar dan grup gratis, sudah dapat dipastikan bahwa grup gratis tidak mendapat informasi secepat dan seakurat dari grup berbayar tersebut. Itulah beberapa tips menghindari saham pompom (pompom saham) di perdagangan saham Bursa Efek Indonesia ( BEI).